|
SEJARAH warteg
PENGGALIAN IDEA
Idea keberadaan warteg berawal di dua tempat dengan kegiatan yang berbeda dalam tahun 1991; di rumah duka YPPK Bumi Baru jalan Holis-Bandung, dan di komplek gereja GKI Taman Cibunut-Bandung. Di tempat pertama, ditemukan idea untuk berbincang teologia, hal ini ditumbuhkan oleh dua orang yang sedang bertugas mengawasi jalannya pekerjaan renovasi rumah duka Bumi Baru. Mereka ialah AS dan HS, sekali dalam setiap minggu bertemu di lokasi pekerjaan tersebut untuk pemeriksaan, setelah selesai dengan tugas, lalu keduanya berbincang mengenai teologia dan kehidupan bergereja secara umum dengan tidak bosan-bosannya.
Di tempat kedua, dalam waktu yang berjalan simultan, ada dua orang setiap hari Jumat bertemu untuk menghabiskan waktu istirahat siang kantor yang agak panjang; mereka adalah NI - anggota Majelis Jemaat dan HS-mantan anggota Majelis Jemaat. Keduanya rutin melakukan pertemuan tersebut sambil memperbincangkan pengelolaan gereja dan diakhiri dengan makan siang bersama, kebiasaan ini menyadarkan betapa bermanfaatnya suatu pertemuan untuk saling menguatkan.
Kedua kegiatan di atas menyumbangkan idea mengenai penggabungan unsur: pertemuan, perbincangan, teologia, dan makan siang; maka diwujudkanlah penyatuan idea ini dengan mengambil tempat di sebuah ruang kelas Sekolah Minggu dalam komplek gereja GKI Taman Cibunut; mereka kemudian mengundang rekan lain yang dianggap berminat dengan kegiatan ini, lalu berkembanglah jumlahnya, dari 3 orang bertumbuh menjadi sekitar 5 sampai 7 orang bergabung pada setiap hari Jumat siang, mulai pk.11.00 sampai dengan pk.13.00 wib; makan siang disediakan secara bergantian, baik membeli, maupun membuatnya di rumah.
Pada pertemuan tgl.14 Pebruari 1992 ditetapkanlah komitmen untuk selalu bertemu di hari Jumat mulai pk.11.30 s/d 13.30, dan menamakan forum perbincangannya dengan "warung teologia" dan disingkat menjadi "warteg", tercatat pada pertemuan tersebut yang hadir 7 orang, yaitu: Indrawati (NI), Anna Setiadi, Marlene Wibowo, Alfred Setiadi, Tresna Sunhendra, Agus Susanto (AS), Hanapi Sidhojoyo (HS).
Nama warteg oleh masyarakat Indonesia dikenal sebagai perpanjangan dari Warung Tegal, terkenal nikmat, mengenyangkan, mudah ditemui dimana saja, dan dari segi biaya dapat dijangkau oleh kemampuan hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Konsep keterjangkauan yang mudah dan luas inilah yang kemudian menjadikan warung teologia mengambil warteg sebagai singkatan dan identitas forum perbincangannya; yaitu agar teologia menjadi bahan yang populer, aktual dan mudah dijangkau oleh segala lapisan jemaat dari denominasi manapun juga tanpa perlu merasa takut pada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya.
|
|
|
LANGKAH AWAL
Kesetiaan pengunjung rutin warteg pada tahun-tahun awal sangat memantapkan keberadaannya, mereka inilah yang patut dicatat sebagai peletak dasar forum perbincangan warteg, yaitu: Indrawati, Agus Susanto, Hanapi Sidhojoyo, Alfred Setiadi, Anna Setiadi, Marlene Wibowo, Herianto Wibowo, Sylviati Tjandraprawira, Samudro, Rudy Sulaimanharun, Emma Subanegara, Ridwan Kurnia, Liauw Ka Sioe, Pdt.Julius Kristianto, Matias Widodo.
Demikianlah forum perbicangan warteg menapaki tahun-tahun kegiatannya murni sebagai lembaga swadaya jemaat, dikelola secara bersama dan dipimpin secara bergantian; pada periode kemajelisan 1996-1997 warteg diminta masuk dalam struktur organisasi gereja dibawah koordinasi Komisi Dewasa, periode berikutnya berpindah dibawah koordinasi langsung Majelis Jemaat - Urusan Pengajaran (U3), selanjutnya kembali lagi dalam koordinasi Komisi Dewasa, tetapi tetap tidak merubah konsep, prinsip dan pola kegiatan awalnya.
Prinsip keterbukaan membuat warteg mengundang pembicara/narasumber dari berbagai denominasi, seperti: Protestan, Katolik, Pentakosta, Injili, Methodist, Kharismatik, dan lainnya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri; serta dikunjungi oleh jemaat dari berbagai denominasi tersebut.
Prinsip pemberdayaan jemaat dilakukan dengan cara mengundang narasumber dari berbagai bidang pelayanan dan aktivitas, seperti: penginjilan, pengelolaan yayasan, pelayanan sosial, pemerintahan, kemiliteran, politik, bergereja, perbankan, usaha bisnis, dan sebagainya. Sebagai follow-up, pengunjung secara bergantian diberi kesempatan menjadi narasumber membagikan pengalaman dan penghayatan kehidupannya dalam iman kepada Kristus.
Perbincangan atau diskusi setelah pembawaan topik merupakan bagian saling berbagi berkat, baik dengan sesama pengunjung maupun dengan narasumber, dan karena merupakan forum terbuka, maka pada setiap akhir perbincangan tidak dilakukan kesimpulan dalam arah penyatuan dan penyeragaman pendapat, tetapi lebih dimaksudkan untuk pengembangan dan pematangan masing-masing pribadi setelah menerima berbagai input tersebut sesuai kerangka pola kehidupannya.
Prinsip aktual diwujudkan dengan selalu mengedepankan topik yang sedang hangat di kehidupan masyarakat seperti: Sikap Terhadap Pemerintah, Tugas Orang Kristen di Indonesia, Toronto Blessing, Kemelut Univ. Satya Wacana, Gereja Modern Mau Kemana?, Pelayanan Kasih di Jayawijaya, Mengenal Situasi Sosial dan Politik Masa Kini, Kharismatik di Katolik, Sumbangsih Gereja Bagi Negara, Mengenal Tenaga Supranatural, Nubuatan Masa Kini, Pelayanan Melalui Media Internet, Paradigma Baru TNI, Pembahasan Film Apocalypse. Narasumber yang berkompeten dengan topik aktual diantaranya: Team World Vision Indonesia, Mayjen Theo Sjafei, Suarif Arifin M.Psi, Pdt.Natan Setiabudi Ph.D, Arswendo Atmowiloto, Pastor Abukasman OSC, Pastor Soekarno OSC, Ir.Herlianto M.Th.
|
|
|
MENGUSAHAKAN PERLUASAN
Dalam tahun 1993 dicoba menggelar acara di malam hari dalam bentuk "Penyegaran Iman" satu kali per-bulan,
sempat diselenggarakan sebanyak 4 kali dengan pembicara: Pdt.Prof.DR.JL.Ch.Abineno S.Th, Pdt.DR.Dorothy
Irene Marx S.Th, Pdt.Prof.DR.Sri Wismoady Wahono S.Th, dan Pdt.DR.Chris Hartono S.Th, dengan pengunjung
lebih dari 200 orang. Karena keterbatasan kemampuan pengelolaan maka kegiatan ini dihentikan.
Dalam tahun 1997 dicoba menumbuhkan warteg sore untuk menampung mereka yang tidak sempat menghadiri
warteg siang dan meluaskan peminat, tetapi ini hanya berjalan selama 4 kali dan tidak menampakkan harapan
semula, maka warteg sore dihentikan.
Kegiatan warteg nampaknya inspiratif bagi yang melihat manfaatnya, maka pada tahun 1998 dikembangkanlah di
GKI Pasteur-Bandung "Warkat" (Warung Berkat) melanjutkan forum persekutuan yang telah ada sebelumnya;
pada tahun 2000 didirikan "Warteg SS" (Warung Teologia Sola Scriptura) di GKI Layur-Jakarta. Masing-masing
warung tersebut memiliki ke-khas-annya dalam hal pengelolaan, penyelenggaraan dan prioritas.
|
|
|
MELANJUTKAN LANGKAH PELAYANAN
Sejak tahun 1994 warteg di selenggarakan di ruang Balai Pertemuan Bawah, GKI Taman Cibunut jalan Natuna 6
Bandung, mulai pk.12.00 wib dan berakhir pk.14.30 wib dengan acara: puji-pujian, pembawaan topik, perbincangan,
dan makan siang. Forum pertemuan diwadahi dalam bentuk meja yang disusun bujur sangkar dengan kapasitas
ideal setiap sisinya untuk duduk 4 orang atau kapasitas keseluruhan adalah untuk 16 orang, jumlah ini adalah
paling efektip dan efisien untuk menumbuhkan perbincangan yang jelas, fokus dan merata. Selain hal tersebut,
kapasitas ini untuk mendorong tumbuhnya warteg di waktu dan tempat yang berbeda, dengan pengelola yang
berbeda pula. Konsep kapasitas ini selaras dengan motto warteg:
"Menuju Kepada Kesatuan Tubuh Kristus"
Karena dengan ditumbuhkannya warteg di banyak tempat/gereja dan waktu, maka berkembanglah rantai
pemberdayaan teologi, sosialisai jemaat dan pemberdayaan rasa kebersamaan sebagai anak Tuhan tanpa
batas-batas organisasi denominasi, namun tetap mendukung eksistensi bergereja.
Disusun Juni 2000 oleh hanapi Sidhojoyo.
|
|